Psikologi Pendidikan
psikologi pendidikan
Thorndike, dengan teori koneksionisme
mengemukakan eksperimennya sampai pada kesimpulan bahwa dalam belajar itu dapat
dikemukakan adanya beberapa hukum, yaitu (a) hukum kesiapan, (b) hukum latihan,
dan (c) hukum efek. Menurut hukum ini belajar agar mencapai hasil yang baik
harus ada kesiapan untuk belajar. Dalam operant conditioning tekanannya pada
respons atau perilaku dan konsekuensinya.
Skinner dengan teori operant conditioning yang
menyatakan proses mempelajari perilaku yang disengaja melalui efek dari
konsekuensi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan terhadap respon. Memiliki
dua prinsip umum dalam operant conditioning, yaitu :
Pavlov dalam teori classical conditioning
menyatakan bahwa perilaku dibentuk dengan cara memberikan stimulus yang
berkondisi (conditioned stimulus) atau CS berbarengan atau sebelum diberikannya
stimulus yang alami (UCS) secara berulangkali, sehingga pada akhirnya akan
terbentuk respons berkondisi (conditioned response) atau CR.
PEMBELAJARAN DARI PETUGAS SATPOL
PP UNTUK 4 SISWA TUKANG BOLOS
Perihal : Ujian Akhir Semester (UAS)
Mata Kuliah : Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu : Dra. Dwi Nastiti, MSi.
Nama : Frita Emita Garnis
Semester / Kelas :
V / Psikologi B2
Sifat Ujian : Take-home
PROGRAM STUDI
PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
TAHUN AJARAN 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT., karena dengan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Pembelajaran dari Perugas Satpol PP Untuk 4 Siswa
Tukang Bolos”
Terwujudnya makalah ini merupakan tujuan penulis untuk memenuhi kebutuhan
akan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang Tayamum. Melalui makalah ini, diharapkan memudahkan pembaca untuk
mengetahui lebih jauh tentang Tayamum.
Tersusunnya makalah ini adalah berkat bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak, untuk itu dengan segala hormat dan ketulusan hati kami ucapkan terima kasih kepada :
- Kepada Allah SWT. karena atas karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah ini.
- Bpk. Eko Hardiansyah, M.Psi, selaku Dekan Fakultas Psikologi
- Dra. Dwi Nastiti, MSi. selaku dosen pengampuh Psikologi Pendidikan.
- Semua yang terlibat dalam penyelesaian pembuatan Makalah ini.
Saya menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
saya harapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga
dari makalah ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan
pengetahuan terhadap pembaca terutama saya sebagai penulis.
Sidoarjo, 03 April 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Polah 4 Siswa Tukang Bolos Ini
Bikin Gemas Petugas Satpol PP
Liputan6.com, Brebes – Tingkah laku empat bocah siswa
SMK di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah ini tidak patut ditiru. Bukannya belajar,
mereka memilih bolos sekolah untuk jalan-jalan dan berswafoto di sejumlah
taman-taman di Kota Brebes, Selasa 17 Oktober 2017.
Saat sedang asyik mengambil foto,
siswa yang masih mengenakan seragam ini langsung kocar-kacir saat petugas
Satpol PP memergokinya. Mereka pun akhirnya dibawa ke kantor Satpol PP setempat
untuk didata.
“Mereka ini terjaring razia di
tempat taman kota di dekat alun-alun saat operasi tadi,” ucap Kasi Sumber Daya
Aparatur (SDA) dan Kapasitas Satpol PP Brebes, Widodo.
Petugas mendata satu per satu nama
pelajar yang terjaring razia itu, dan menanyakan alasan mereka tidak masuk
sekolah.
Meskipun mengenakan seragam,
ternyata tidak ada identitas pada baju seragam empat siswa itu, seperti lambang
OSIS, nama siswa, atau nama sekolah.
Saat ditanya petugas, mereka
berkilah badge OSIS atau pun nama untuk seragam sekolah belum diberikan
gurunya.
Salah seorang siswa yang terjaring
razia ini mengaku bahwa dia dan teman-temannya menghabiskan waktu saat jam
sekolah dengan berjalan-jalan ke sejumlah taman di Brebes.
“Tadi saya lagi foto-foto di
beberapa lokasi di Kota Brebes. Termasuk taman edukasi, monumen perjuangan dan
alun-alun,” kata salah seorang siswa.
Ia pun mengaku kapok dan tak akan
mengulangi perbuatannya lagi. “Saya malu, kasihan orangtua. Kapok,” kilahnya.
Selain mendata nama masing-masing
siswa, pihak Satpol PP juga menghubungi kepala sekolah dan orangtua siswa yang
terjaring razia itu.
“Kami yakin sekolah dan
orangtuanya tidak tahu. Mereka pamit hendak ke sekolah, akan tetapi justru
membolos. Padahal, mereka ini sekolahnya jauh dari kota,” Widodo menambahkan.
Mengetahui pihak Satpol PP akan menghubungi orangtuanya, satu di antara
keempat siswa itu sempat menangis karena malu jika perilaku membolos sekolahnya ini akan diketahui
orangtua dan pihak sekolahnya.
Widodo menjelaskan, razia pelajar ini digelar karena selama ini banyak
keluhan dari masyarakat banyaknya siswa yang membolos saat jam sekolah.
Razia itu, lanjut dia, merupakan kegiatan rutin untuk membantu
keberlangsungan kegiatan belajar mengajar serta menindaklanjuti keluhan yang
disampaikan masyarakat.
“Razia ini juga untuk mendeteksi kemungkinan adanya siswa sekolah yang
membolos karena terlibat penyalagunaan narkoba. Dan juga kami sedang
menggiatkan program Satpol PP Goes to School,” ungkapnya.
Agar para siswa tak lagi membandel, usai dilakukan pendataan, mereka
kemudian mendapatkan hukuman, yakni hormat bendera yang berkibar di tiang
bendera di halaman Satpol PP dengan menyanyikan lagu wajib Indonesia Raya.
Ironisnya, meski mereka adalah siswa yang setiap minggu melakukan upacara,
tetapi mereka juga tak paham cara baris-berbaris. Bahkan, dua dari empat siswa
SMK itu tak hafal lagu Indonesia Raya dari awal hingga akhir.
Petugas pun dengan sabar memberikan arahan dan petunjuk agar para siswa
yang membolos itu tetap menyanyikan lagu
wajib tersebut. Hampir dua jam lebih mereka berdiri di bawah tiang
bendera untuk mendapatkan arahan dari petugas Satpol PP.
Latar Belakang
Masalah dibidang pendidikan memang sangat menarik untuk dibahas, tidak
terkecuali berita dengan judul “Pola 4
Siswa Tukang Bolos ini Bikin Gemas Petugas Satpol PP”. Berita ini termasuk
dalam tema Faktor-faktor yang
mempengaruhi pendidikan karena apa yang dilakukan
oleh petugas Satpol PP yang mendata, menghubungi orang tua dan pihak sekolah
serta menghukum siswa yang membolos saat jam sekolah tersebut merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi pendidikan. Dimana peran pihak Satpol PP tersebut
memberikan stimulus berupa hukuman yang menjadi pelajaran berharga bagi siswa
yang membolos tersebut agar tidak mengulangi perbuatannya. Dari isi berita
tersebut dapat kita pelajari dengan teori yang terdapat pada aliran
behaviorisme dan beberapa pendapat dari para tokoh yang ahli dibidangnya. Teori
yang terdapat dalam aliran behaviorisme ini adalah teori koneksionisme dari Thorndike, operant
conditioning dari Skinner, dan teori classical conditioning dari Pavlov.
Analisis fenomena dari keterkaitan anatar teori dan pendapat tokoh dengan isi
berita “Pola 4 Siswa Tukang Bolos ini Bikin Gemas Petugas Satpol PP” akan dibahas
secara rinci pada makalah ini.
Rumusan Masalah
1. Apa teori dan pendapat tokoh yang sesuai dengan isi berita “Polah 4 Siswa Tukang Bolos Ini
Bikin Gemas Petugas Satpol PP” ?
2. Bagaimana analisis fenomena keterkaitan anatara isi berita “Polah 4 Siswa
Tukang Bolos Ini Bikin Gemas Petugas Satpol PP” dengan teori dan pendapat tokoh
yang dipaparkan sebelumnya ?
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui teori dan pendapat tokoh yang sesuai dengan isi berita “Polah 4 Siswa Tukang Bolos Ini
Bikin Gemas Petugas Satpol PP”.
2.
Untuk
mengetahui analisis fenomena keterkaitan anatara isi berita “Polah 4 Siswa
Tukang Bolos Ini Bikin Gemas Petugas Satpol PP” dengan teori dan pendapat tokoh
yang dipaparkan sebelumnya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Teori
dan Pendapat Tokoh
-
Teori
Teori belajar dalam aliran
behaviorisme yang dipelopori oleh Edward Lee Thorndike dan Burrhus Frederick
Skinner. Salah satu kajian dari aliran behavior ini adalah
![*](file:///C:\Users\LENOVO\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif)
![*](file:///C:\Users\LENOVO\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif)
o Setiap respons yang diikuti oleh
reward (merupakan reinforcing stimuli) akan cenderung diulang.
o Reward yang merupakan
reinforcement stimuli akan meningkatkan kecepatan terjadinya respons.
Menurut Skinner, reinforcement itu
ada reinforcement positif dan reinforcement negatif. Reinforcement positif itu
sebenarnya adalah reward atau hadiah, sedangkan reinforcement negatif itu
sebenarnya adalah punishment atau hukuman.
![*](file:///C:\Users\LENOVO\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif)
-
Pendapat Tokoh
ü Bagi banyak siswa, interaksi dan
penerimaan teman-teman sebaya dianggap lebih penting daripada pembelajaran di
kelas dan prestasi belajar itu sendiri (B. B. Brewn, 1993; Dowson &
McInerney, 2001; W. Doyle, 1986a).
ü Beberapa teman sebaya mendukung
pencapaian prestasi akademis yang tinggi, sedangkan teman sebaya lainnya
menunjukkan isyarat bahwa prestasi akademis bukanlah hal yang mereka kehendaki,
mungkin melalui pemberian olok-olok kepada para siswa yang “rajin”, atau
melalui dorongan kepada teman-temannya untuk membolos (Altermatt &
Pomerantz, 2003; B. B. Brown, 1993; E. N. Walker, 2006).
ü Teori pikiran memungkinkan anak
menafsirkan dan memprediksi perilaku orang-orang yang penting dalam kehidupan
mereka, dan sebagai hasilnya, mampu berinteraksi secara efektif dengan orang-orang
yang penting tersebut (Flavell, 2000; Gopnik & Meltzoff, 1997; Wellman
& Gelman, 1998).
B. Analisis
Fenomena
Ø Thorndike, dengan teori
koneksionisme mengemukakan eksperimennya sampai pada kesimpulan bahwa dalam
belajar itu dapat dikemukakan adanya beberapa hukum, salah satunya adalah
hukuman efek dimana dalam kutipan berita yang menyatakan “Salah seorang siswa mengaku
kapok dan tak akan mengulangi perbuatannya lagi. Selain mendata nama
masing-masing siswa, pihak Satpol PP juga menghubungi kepala sekolah dan
orangtua siswa yang terjaring razia itu.”
Ø Menurut Skinner, reinforcement itu
ada reinforcement positif dan reinforcement negatif. Dalam berita ini termasuk
dalam reinforcement negatif yang berupa punishment atau hukuman. Hal tersebut
dapat dibuktikan dalam dalam kutipan berita “Agar para siswa tak lagi
membandel, usai dilakukan pendataan, mereka kemudian mendapatkan hukuman, yakni
hormat bendera yang berkibar di tiang bendera di halaman Satpol PP dengan
menyanyikan lagu wajib Indonesia Raya.”
Ø Pavlov dalam teori classical
conditioning menyatakan bahwa perilaku dibentuk dengan cara memberikan stimulus
yang berkondisi (conditioned stimulus) atau CS berbarengan atau sebelum
diberikannya stimulus yang alami (UCS) secara berulangkali dalam hal ini dapat
kita sangkut pautkan dalam kutipan berita “Agar para siswa tak lagi membandel, usai dilakukan pendataan, mereka
kemudian mendapatkan hukuman, yakni hormat bendera yang berkibar di tiang
bendera di halaman Satpol PP dengan menyanyikan lagu wajib Indonesia Raya” diaman hal ini stimulus yang
diberikan berupa hukuman atau punisment, sehingga pada akhirnya akan terbentuk
respons berkondisi (conditioned response) yaitu siswa tidak lagi membolos
sekolah.
Ø Dalam kutipan berita yang berisi
“Salah seorang siswa yang terjaring razia ini mengaku bahwa dia dan
teman-temannya menghabiskan waktu saat jam sekolah dengan berjalan-jalan ke
sejumlah taman di Brebes.” Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh para ahli yang
menyatakan bagi banyak siswa, interaksi dan penerimaan teman-teman sebaya
dianggap lebih penting daripada pembelajaran di kelas dan prestasi belajar itu
sendiri (B. B. Brewn, 1993; Dowson & McInerney, 2001; W. Doyle, 1986a).
Ø Beberapa teman sebaya mendukung
pencapaian prestasi akademis yang tinggi, sedangkan teman sebaya lainnya
menunjukkan isyarat bahwa prestasi akademis bukanlah hal yang mereka kehendaki,
mungkin melalui pemberian olok-olok kepada para siswa yang “rajin”, atau
melalui dorongan kepada teman-temannya untuk membolos (Altermatt &
Pomerantz, 2003; B. B. Brown, 1993; E. N. Walker, 2006). Sama seperti apa yang
di kutip dalam berita yang berisi “Bukannya belajar, mereka memilih bolos
sekolah untuk jalan-jalan dan berswafoto di sejumlah taman-taman di Kota
Brebes, Selasa 17 Oktober 2017” yang menunjukkan bahwa beberapa teman sebaya
mendorong teman lainnya untuk membolos sekolah.
Ø Teori pikiran memungkinkan anak
menafsirkan dan memprediksi perilaku orang-orang yang penting dalam kehidupan
mereka dalam kutipan berita yang berisi “Selain mendata nama masing-masing
siswa, pihak Satpol PP juga menghubungi kepala sekolah dan orangtua siswa yang
terjaring razia itu. Mengetahui pihak Satpol PP akan menghubungi orangtuanya,
satu di antara keempat siswa itu sempat menangis karena malu jika perilaku
membolos sekolahnya ini akan diketahui orangtua dan pihak sekolahnya.”
menunjukkan bahwa orang tua dan pihak sekolah adalah orang yang penting dalam
kehidupan mereka, dan sebagai hasilnya, siswa mampu berinteraksi secara efektif
dengan orang-orang yang penting tersebut dengan memohon dan berjanji kepada
pihak Satpol PP untuk tidak menghubungi orang tua dan pihak sekolah agar dia
tidak malu kepada orang tua dan pihak sekolah (Flavell, 2000; Gopnik &
Meltzoff, 1997; Wellman & Gelman, 1998).
BAB III
SARAN
Seharusnya masalah seperti berita
tersebut tidak perlu terjadi apabila peran orang tua dan pihak sekolah saling
mendominasi dimana orang tua sebisa mungkin memperhatikan dan mengontrol
anaknya baik dalam hal pertemanan maupun pendidikan dan lebih baik apabila
pihak sekolah dan orang tua saling berkoordinasi tentang anak tersebut seperti
halnya memberi informasi dan menanyakan keberadaan siswa ketika tidak
bersekolah.
Kegiatan razia rutin untuk
membantu keberlangsungan kegiatan belajar mengajar serta menindaklanjuti
keluhan yang disampaikan masyarakat akan banyaknya siswa yang membolos saat jam sekolah sangat membantu baik bagi siswa
itu sendiri maupun bagi masyarakat Indonesia dan lebih baiak apabila koordinasi
anatara masyarakat dan pihak Satpol PP dapat menjadi contoh masyarakat luas
supaya dapat meminimalisisr kejadian siswa membolos saat jam sekolah.
Untuk siswa yang membolos saat jam
sekolah seharusnya berfikir terlebih dahulu jika ingin membolos karena pada
saat membolos berarti dia sudah siap kehilangan waktu belajar mengajar sehingga
dapat merugikan mereka dikemudian hari dan apabila sudah terjaring razia maka
tidak hanya mereka yang malu melainkan juga orang tua yang dirasa tidak mampu
memberi perhatian kepada anaknya sehingga anaknya melakukan perbuatan membolos
sekolah di jam sekolah dan untuk pihak sekolah akan tercoreng namanya karena
lalai dalam melakuakan pengawasan kepada siswnya.
Referensi
Walgito, Bimo.2010.Pengantar
Psikologi Umum.Yogyakarta:C.V ANDI OFFSET
Ormrod, Jeanne
Ellis.2008.Psikologi Pendidikan Jilid I.Jakarta:Penerbit Erlangga
Nugroho, Fajar Eko.2017.Polah 4
Siswa Tukang Bolos Ini Bikin Gemas Petugas Satpol PP. http://regional.liputan6.com/read/3126511/sanksi-untuk-belasan-siswa-bolos-yang-terciduk-satpol-pp, 07 Januari 2018 Pukul 11.20 WIB
Komentar
Posting Komentar