Psikologi Pendidikan

psikologi pendidikan

PEMBELAJARAN DARI PETUGAS SATPOL PP UNTUK 4 SISWA TUKANG BOLOS


Perihal                          : Ujian Akhir Semester (UAS)
Mata Kuliah                 : Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu         : Dra. Dwi Nastiti, MSi.
Nama                           : Frita Emita Garnis
Semester / Kelas          : V / Psikologi B2
Sifat Ujian                    : Take-home






PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
TAHUN AJARAN 2018




KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT., karena dengan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul  Pembelajaran dari Perugas Satpol PP Untuk 4 Siswa Tukang Bolos

Terwujudnya makalah ini merupakan tujuan penulis untuk memenuhi kebutuhan akan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang Tayamum. Melalui makalah ini, diharapkan memudahkan pembaca untuk mengetahui lebih jauh tentang Tayamum.

Tersusunnya makalah ini adalah berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu dengan segala hormat dan ketulusan hati  kami ucapkan terima kasih kepada :
  1. Kepada Allah SWT. karena atas karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah ini.
  2. Bpk. Eko Hardiansyah, M.Psi, selaku Dekan Fakultas Psikologi
  3. Dra. Dwi Nastiti, MSi. selaku dosen pengampuh Psikologi Pendidikan.
  4. Semua yang terlibat dalam penyelesaian pembuatan Makalah ini.

Saya menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga dari makalah ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan pengetahuan terhadap pembaca terutama saya sebagai penulis.




Sidoarjo, 03 April 2017

Penulis




BAB I
PENDAHULUAN

Polah 4 Siswa Tukang Bolos Ini Bikin Gemas Petugas Satpol PP

Liputan6.com, Brebes – Tingkah laku empat bocah siswa SMK di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah ini tidak patut ditiru. Bukannya belajar, mereka memilih bolos sekolah untuk jalan-jalan dan berswafoto di sejumlah taman-taman di Kota Brebes, Selasa 17 Oktober 2017.
Saat sedang asyik mengambil foto, siswa yang masih mengenakan seragam ini langsung kocar-kacir saat petugas Satpol PP memergokinya. Mereka pun akhirnya dibawa ke kantor Satpol PP setempat untuk didata.
“Mereka ini terjaring razia di tempat taman kota di dekat alun-alun saat operasi tadi,” ucap Kasi Sumber Daya Aparatur (SDA) dan Kapasitas Satpol PP Brebes, Widodo.
Petugas mendata satu per satu nama pelajar yang terjaring razia itu, dan menanyakan alasan mereka tidak masuk sekolah.
Meskipun mengenakan seragam, ternyata tidak ada identitas pada baju seragam empat siswa itu, seperti lambang OSIS, nama siswa, atau nama sekolah.
Saat ditanya petugas, mereka berkilah badge OSIS atau pun nama untuk seragam sekolah belum diberikan gurunya.
Salah seorang siswa yang terjaring razia ini mengaku bahwa dia dan teman-temannya menghabiskan waktu saat jam sekolah dengan berjalan-jalan ke sejumlah taman di Brebes.
“Tadi saya lagi foto-foto di beberapa lokasi di Kota Brebes. Termasuk taman edukasi, monumen perjuangan dan alun-alun,” kata salah seorang siswa.
Ia pun mengaku kapok dan tak akan mengulangi perbuatannya lagi. “Saya malu, kasihan orangtua. Kapok,” kilahnya.
Selain mendata nama masing-masing siswa, pihak Satpol PP juga menghubungi kepala sekolah dan orangtua siswa yang terjaring razia itu.
“Kami yakin sekolah dan orangtuanya tidak tahu. Mereka pamit hendak ke sekolah, akan tetapi justru membolos. Padahal, mereka ini sekolahnya jauh dari kota,” Widodo menambahkan.


Mengetahui pihak Satpol PP akan menghubungi orangtuanya, satu di antara keempat siswa itu sempat menangis karena malu jika perilaku membolos sekolahnya ini akan diketahui orangtua dan pihak sekolahnya.
Widodo menjelaskan, razia pelajar ini digelar karena selama ini banyak keluhan dari masyarakat banyaknya siswa yang membolos saat jam sekolah.
Razia itu, lanjut dia, merupakan kegiatan rutin untuk membantu keberlangsungan kegiatan belajar mengajar serta menindaklanjuti keluhan yang disampaikan masyarakat.
“Razia ini juga untuk mendeteksi kemungkinan adanya siswa sekolah yang membolos karena terlibat penyalagunaan narkoba. Dan juga kami sedang menggiatkan program Satpol PP Goes to School,” ungkapnya.
Agar para siswa tak lagi membandel, usai dilakukan pendataan, mereka kemudian mendapatkan hukuman, yakni hormat bendera yang berkibar di tiang bendera di halaman Satpol PP dengan menyanyikan lagu wajib Indonesia Raya.
Ironisnya, meski mereka adalah siswa yang setiap minggu melakukan upacara, tetapi mereka juga tak paham cara baris-berbaris. Bahkan, dua dari empat siswa SMK itu tak hafal lagu Indonesia Raya dari awal hingga akhir.
Petugas pun dengan sabar memberikan arahan dan petunjuk agar para siswa yang membolos itu tetap menyanyikan lagu wajib tersebut.  Hampir dua jam lebih mereka berdiri di bawah tiang bendera untuk mendapatkan arahan dari petugas Satpol PP.


Latar Belakang
Masalah dibidang pendidikan memang sangat menarik untuk dibahas, tidak terkecuali  berita dengan judul “Pola 4 Siswa Tukang Bolos ini Bikin Gemas Petugas Satpol PP”. Berita ini termasuk dalam tema Faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan karena apa yang dilakukan oleh petugas Satpol PP yang mendata, menghubungi orang tua dan pihak sekolah serta menghukum siswa yang membolos saat jam sekolah tersebut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendidikan. Dimana peran pihak Satpol PP tersebut memberikan stimulus berupa hukuman yang menjadi pelajaran berharga bagi siswa yang membolos tersebut agar tidak mengulangi perbuatannya. Dari isi berita tersebut dapat kita pelajari dengan teori yang terdapat pada aliran behaviorisme dan beberapa pendapat dari para tokoh yang ahli dibidangnya. Teori yang terdapat dalam aliran behaviorisme ini adalah teori koneksionisme dari Thorndike, operant conditioning dari Skinner, dan teori classical conditioning dari Pavlov. Analisis fenomena dari keterkaitan anatar teori dan pendapat tokoh dengan isi berita “Pola 4 Siswa Tukang Bolos ini Bikin Gemas Petugas Satpol PP” akan dibahas secara rinci pada makalah ini.

Rumusan Masalah
1.      Apa teori dan pendapat tokoh yang sesuai dengan isi berita “Polah 4 Siswa Tukang Bolos Ini Bikin Gemas Petugas Satpol PP” ?
2.      Bagaimana analisis fenomena keterkaitan anatara isi berita “Polah 4 Siswa Tukang Bolos Ini Bikin Gemas Petugas Satpol PP” dengan teori dan pendapat tokoh yang dipaparkan sebelumnya ?
Tujuan
1.      Untuk mengetahui teori dan pendapat tokoh yang sesuai dengan isi berita “Polah 4 Siswa Tukang Bolos Ini Bikin Gemas Petugas Satpol PP”.
2.      Untuk mengetahui analisis fenomena keterkaitan anatara isi berita “Polah 4 Siswa Tukang Bolos Ini Bikin Gemas Petugas Satpol PP” dengan teori dan pendapat tokoh yang dipaparkan sebelumnya.




BAB II
TINJAUAN TEORI
A.    Teori dan Pendapat Tokoh
-          Teori
Teori belajar dalam aliran behaviorisme yang dipelopori oleh Edward Lee Thorndike dan Burrhus Frederick Skinner. Salah satu kajian dari aliran behavior ini adalah
*      Thorndike, dengan teori koneksionisme mengemukakan eksperimennya sampai pada kesimpulan bahwa dalam belajar itu dapat dikemukakan adanya beberapa hukum, yaitu (a) hukum kesiapan, (b) hukum latihan, dan (c) hukum efek. Menurut hukum ini belajar agar mencapai hasil yang baik harus ada kesiapan untuk belajar. Dalam operant conditioning tekanannya pada respons atau perilaku dan konsekuensinya.
*      Skinner dengan teori operant conditioning yang menyatakan proses mempelajari perilaku yang disengaja melalui efek dari konsekuensi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan terhadap respon. Memiliki dua prinsip umum dalam operant conditioning, yaitu :
o   Setiap respons yang diikuti oleh reward (merupakan reinforcing stimuli) akan cenderung diulang.
o   Reward yang merupakan reinforcement stimuli akan meningkatkan kecepatan terjadinya respons.
Menurut Skinner, reinforcement itu ada reinforcement positif dan reinforcement negatif. Reinforcement positif itu sebenarnya adalah reward atau hadiah, sedangkan reinforcement negatif itu sebenarnya adalah punishment atau hukuman.
*      Pavlov dalam teori classical conditioning menyatakan bahwa perilaku dibentuk dengan cara memberikan stimulus yang berkondisi (conditioned stimulus) atau CS berbarengan atau sebelum diberikannya stimulus yang alami (UCS) secara berulangkali, sehingga pada akhirnya akan terbentuk respons berkondisi (conditioned response) atau CR.


-          Pendapat Tokoh
ü  Bagi banyak siswa, interaksi dan penerimaan teman-teman sebaya dianggap lebih penting daripada pembelajaran di kelas dan prestasi belajar itu sendiri (B. B. Brewn, 1993; Dowson & McInerney, 2001; W. Doyle, 1986a).
ü  Beberapa teman sebaya mendukung pencapaian prestasi akademis yang tinggi, sedangkan teman sebaya lainnya menunjukkan isyarat bahwa prestasi akademis bukanlah hal yang mereka kehendaki, mungkin melalui pemberian olok-olok kepada para siswa yang “rajin”, atau melalui dorongan kepada teman-temannya untuk membolos (Altermatt & Pomerantz, 2003; B. B. Brown, 1993; E. N. Walker, 2006).
ü  Teori pikiran memungkinkan anak menafsirkan dan memprediksi perilaku orang-orang yang penting dalam kehidupan mereka, dan sebagai hasilnya, mampu berinteraksi secara efektif dengan orang-orang yang penting tersebut (Flavell, 2000; Gopnik & Meltzoff, 1997; Wellman & Gelman, 1998).

B.     Analisis Fenomena
Ø  Thorndike, dengan teori koneksionisme mengemukakan eksperimennya sampai pada kesimpulan bahwa dalam belajar itu dapat dikemukakan adanya beberapa hukum, salah satunya adalah hukuman efek dimana dalam kutipan berita yang menyatakan “Salah seorang siswa mengaku kapok dan tak akan mengulangi perbuatannya lagi. Selain mendata nama masing-masing siswa, pihak Satpol PP juga menghubungi kepala sekolah dan orangtua siswa yang terjaring razia itu.”
Ø  Menurut Skinner, reinforcement itu ada reinforcement positif dan reinforcement negatif. Dalam berita ini termasuk dalam reinforcement negatif yang berupa punishment atau hukuman. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam dalam kutipan berita “Agar para siswa tak lagi membandel, usai dilakukan pendataan, mereka kemudian mendapatkan hukuman, yakni hormat bendera yang berkibar di tiang bendera di halaman Satpol PP dengan menyanyikan lagu wajib Indonesia Raya.”
Ø  Pavlov dalam teori classical conditioning menyatakan bahwa perilaku dibentuk dengan cara memberikan stimulus yang berkondisi (conditioned stimulus) atau CS berbarengan atau sebelum diberikannya stimulus yang alami (UCS) secara berulangkali dalam hal ini dapat kita sangkut pautkan dalam kutipan berita “Agar para siswa tak lagi membandel, usai dilakukan pendataan, mereka kemudian mendapatkan hukuman, yakni hormat bendera yang berkibar di tiang bendera di halaman Satpol PP dengan menyanyikan lagu wajib Indonesia Raya” diaman hal ini stimulus yang diberikan berupa hukuman atau punisment, sehingga pada akhirnya akan terbentuk respons berkondisi (conditioned response) yaitu siswa tidak lagi membolos sekolah.
Ø  Dalam kutipan berita yang berisi “Salah seorang siswa yang terjaring razia ini mengaku bahwa dia dan teman-temannya menghabiskan waktu saat jam sekolah dengan berjalan-jalan ke sejumlah taman di Brebes.” Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh para ahli yang menyatakan bagi banyak siswa, interaksi dan penerimaan teman-teman sebaya dianggap lebih penting daripada pembelajaran di kelas dan prestasi belajar itu sendiri (B. B. Brewn, 1993; Dowson & McInerney, 2001; W. Doyle, 1986a).
Ø  Beberapa teman sebaya mendukung pencapaian prestasi akademis yang tinggi, sedangkan teman sebaya lainnya menunjukkan isyarat bahwa prestasi akademis bukanlah hal yang mereka kehendaki, mungkin melalui pemberian olok-olok kepada para siswa yang “rajin”, atau melalui dorongan kepada teman-temannya untuk membolos (Altermatt & Pomerantz, 2003; B. B. Brown, 1993; E. N. Walker, 2006). Sama seperti apa yang di kutip dalam berita yang berisi “Bukannya belajar, mereka memilih bolos sekolah untuk jalan-jalan dan berswafoto di sejumlah taman-taman di Kota Brebes, Selasa 17 Oktober 2017” yang menunjukkan bahwa beberapa teman sebaya mendorong teman lainnya untuk membolos sekolah.
Ø  Teori pikiran memungkinkan anak menafsirkan dan memprediksi perilaku orang-orang yang penting dalam kehidupan mereka dalam kutipan berita yang berisi “Selain mendata nama masing-masing siswa, pihak Satpol PP juga menghubungi kepala sekolah dan orangtua siswa yang terjaring razia itu. Mengetahui pihak Satpol PP akan menghubungi orangtuanya, satu di antara keempat siswa itu sempat menangis karena malu jika perilaku membolos sekolahnya ini akan diketahui orangtua dan pihak sekolahnya.” menunjukkan bahwa orang tua dan pihak sekolah adalah orang yang penting dalam kehidupan mereka, dan sebagai hasilnya, siswa mampu berinteraksi secara efektif dengan orang-orang yang penting tersebut dengan memohon dan berjanji kepada pihak Satpol PP untuk tidak menghubungi orang tua dan pihak sekolah agar dia tidak malu kepada orang tua dan pihak sekolah (Flavell, 2000; Gopnik & Meltzoff, 1997; Wellman & Gelman, 1998).





BAB III
SARAN
Seharusnya masalah seperti berita tersebut tidak perlu terjadi apabila peran orang tua dan pihak sekolah saling mendominasi dimana orang tua sebisa mungkin memperhatikan dan mengontrol anaknya baik dalam hal pertemanan maupun pendidikan dan lebih baik apabila pihak sekolah dan orang tua saling berkoordinasi tentang anak tersebut seperti halnya memberi informasi dan menanyakan keberadaan siswa ketika tidak bersekolah.
Kegiatan razia rutin untuk membantu keberlangsungan kegiatan belajar mengajar serta menindaklanjuti keluhan yang disampaikan masyarakat akan banyaknya siswa yang membolos saat jam sekolah sangat membantu baik bagi siswa itu sendiri maupun bagi masyarakat Indonesia dan lebih baiak apabila koordinasi anatara masyarakat dan pihak Satpol PP dapat menjadi contoh masyarakat luas supaya dapat meminimalisisr kejadian siswa membolos saat jam sekolah.
Untuk siswa yang membolos saat jam sekolah seharusnya berfikir terlebih dahulu jika ingin membolos karena pada saat membolos berarti dia sudah siap kehilangan waktu belajar mengajar sehingga dapat merugikan mereka dikemudian hari dan apabila sudah terjaring razia maka tidak hanya mereka yang malu melainkan juga orang tua yang dirasa tidak mampu memberi perhatian kepada anaknya sehingga anaknya melakukan perbuatan membolos sekolah di jam sekolah dan untuk pihak sekolah akan tercoreng namanya karena lalai dalam melakuakan pengawasan kepada siswnya.




  

Referensi
Walgito, Bimo.2010.Pengantar Psikologi Umum.Yogyakarta:C.V ANDI OFFSET
Ormrod, Jeanne Ellis.2008.Psikologi Pendidikan Jilid I.Jakarta:Penerbit Erlangga
Nugroho, Fajar Eko.2017.Polah 4 Siswa Tukang Bolos Ini Bikin Gemas Petugas Satpol PP. http://regional.liputan6.com/read/3126511/sanksi-untuk-belasan-siswa-bolos-yang-terciduk-satpol-pp, 07 Januari 2018 Pukul 11.20 WIB

Komentar